TIMES CIANJUR, CIANJUR – Di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap integritas pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan terhadap Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur (KPU Cianjur), Selasa (24/6/2025).
Sidang ini menjadi sorotan karena membuka tabir sejumlah dugaan pelanggaran etika dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 di wilayah yang dikenal rawan sengketa tersebut.
Dua laporan terpisah, masing-masing dengan nomor 107-PKE-DKPP/III/2025 dan 108-PKE-DKPP/III/2025, diperiksa secara bersamaan. Laporan diajukan oleh Ridwan dan Abdul Kholik, yang tergabung dalam Tim Advokasi Pemilu Jurdil.
Keduanya menuding adanya pelanggaran kode etik yang bersifat sistemik dan terstruktur. Salah satu poin yang diangkat adalah distribusi formulir C pemberitahuan pemilih yang dinilai sangat terlambat.
“Bahkan ada yang baru disampaikan H-1 sebelum hari pemungutan suara,” ujar Ridwan dalam persidangan. Hal ini, menurutnya, berdampak signifikan terhadap partisipasi pemilih yang hanya mencapai 61 persen, terendah dalam lima penyelenggaraan pilkada terakhir di Cianjur.
Mereka juga menyoroti rekapitulasi suara yang dilakukan secara tertutup tanpa siaran langsung (live streaming), serta menyebut adanya kotak suara yang tidak tersegel, kerusakan logistik, dan ketidaksesuaian jumlah surat suara dengan daftar pemilih tetap (DPT) ditambah 2,5 persen cadangan.
“Kami menduga ini bukan semata kelalaian teknis, melainkan pola kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif,” tambah Ridwan.
Kemudian Abdul Kholik menambahkan bahwa pada sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 17 Januari 2025, Bawaslu menyatakan KPU Cianjur tidak menindaklanjuti temuan No.1202 dan 1203.
Namun dalam sidang DKPP, Bawaslu menyatakan tindak lanjut dilakukan pada 25 Desember 2024. "Ini janggal. Seharusnya Bawaslu sudah tahu sebelum sidang MK," tegas Kholik.
Sementara itu Ketua KPU Kabupaten Cianjur, Muhammad Ridwan, membantah seluruh tuduhan. Ia menegaskan, "Kami bekerja sesuai prinsip pemilu yaitu transparan, profesional, dan patuh pada aturan. Tuduhan ini tidak berdasar secara hukum."
Tetapi pernyataan dari pihak Bawaslu Kabupaten Cianjur mengindikasikan hal berbeda. Lembaga pengawas ini mengakui adanya ketidaksesuaian jumlah surat suara di 30 dari 32 kecamatan, meskipun mereka menyatakan sudah memberikan rekomendasi yang diklaim telah ditindaklanjuti KPU.
Ketua Majelis DKPP, Heddy Lugito, menyebut Jawa Barat sebagai provinsi dengan pengaduan terbanyak selama Pemilu dan Pilkada 2024. “Ini mencerminkan ada yang tidak beres dalam tata kelola penyelenggaraan pemilu,” ujarnya.
Sidang ini belum menghasilkan putusan akhir. Namun prosesnya mencerminkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap integritas teknis dan etika penyelenggara pemilu di daerah. Publik tidak hanya menuntut pemilu yang sah secara hukum, tetapi juga adil secara moral dan transparan dalam pelaksanaan. (*)
Pewarta | : Wandi Ruswannur |
Editor | : Ronny Wicaksono |