TIMES CIANJUR, JAKARTA – Perseteruan dua musuh bebuyutan yang sama-sama bersenjatakan nuklir, India dan Pakistan semakin menuju ke jurang perang yang berbahaya setelah India menghentikan waduk aliran air kehidupan bagi 240 juta penduduk Pakistan.
India telah menghentikan aliran air ke Pakistan dari bendungan Baglihar di sungai Chenab dan juga bersiap untuk mengurangi aliran air dari proyek Kishanganga di Jhelum.
Ini sebagai tindak lanjut dari keputusannya untuk tidak membiarkan “setetes pun” air mengalir ke negara tetangga dari sungai Indus.
Setelah seminggu berdiskusi dan melakukan pengujian hidrologi, India memulai operasi pembuangan lumpur di bendungan Baglihar dan menurunkan pintu air, sehingga mengurangi aliran hilir ke Pakistan hingga 90%.
"Sementara operasi serupa telah direncanakan untuk bendungan Kishanganga," ungkap seorang pejabat dari Perusahaan Listrik Hidroelektrik Nasional, hari Minggu.
"Kami telah menutup gerbang proyek pembangkit listrik tenaga air Baglihar. Kami telah melakukan pengerukan endapan lumpur di waduk dan waduk tersebut harus diisi ulang. Prosesnya dimulai sejak hari Sabtu kemarin," kata seorang pejabat kedua, yang menolak disebutkan namanya.
Tindakan India itu terjadi beberapa jam setelah Pakistan menguji coba rudal balistik permukaan-ke-permukaan pada hari Sabtu, termasuk melarang berlabuhnya kapal-kapal yang berbendera Pakistan di semua pelabuhan di negara itu.
Ketegangan India-Pakistan sendiri dimulai setelah 'Serangan Pahalgam'.
Dalam serangan teror Pahalgam pada tanggal 22 April 2025 lalu di lembah Baisaran yang dikenal Swiss Mini di India itu, 26 orang termasuk seorang warga negara Nepal tewas dan banyak lainnya terluka.
India telah berjanji untuk memburu dan menghukum setiap teroris yang terlibat dalam pembantaian tersebut.
Serangan Pahalgam telah membawa dua negara tetangga bersenjata nuklir ini, India dan Pakistan ke ambang eskalasi berbahaya, yang bisa menyebabkan perang terbatas atau skala penuh yang tidak disengaja.
India yang berjanji untuk menghukum 'teroris dan pendukung mereka,' diikuti oleh langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, dimana Perdana Menteri Narendra Modi menyetop aliran air Indus, yang merupakan jalur kehidupan bagi 240 juta orang Pakistan.
Pakistan melabelinya langkah India itu sebagai 'operasi bendera palsu' dan membalas dengan beberapa tindakan, termasuk penangguhan Perjanjian Shimla.
Kepemimpinan sipil dan militer Pakistan pun memperjelas bahwa setiap upaya untuk 'menghentikan atau mengalihkan aliran air' akan dilihat sebagai 'tindakan perang'.
Pakistan pun akan 'menanggapi dengan kekuatan penuh di seluruh spektrum Kekuatan Nasional.' Selain itu, setiap serangan militer akan dibalas dengan kekuatan penuh.
Ini bukan kali pertama kedua musuh bebuyutan ini nyaris berkonflik.
Pada serangan Uri tahun 2016, serangan Pulwama tahun 2019, dan serangan militer India berikutnya terhadap Balakot serta serangan balasan Pakistan, kedua musuh militer ini sudah saling berhadapan dan kemudian mereda karena kedua negara tidak menemukan insentif untuk melakukan eskalasi.
Namun, kali ini situasinya sedikit lebih rumit daripada sebelumnya.
Setelah Pulwama dan Balakot, pada 5 Agustus 2019, pemerintah Modi menghancurkan status kenegaraan Jammu dan Kashmir yang dikuasai India melalui pencabutan Pasal 370 dan memberlakukan pemerintahan langsung yang kejam serta menangguhkan pemilihan umum demokratis selama lima tahun.
Karena itulah dengan mempertimbangkan perkembangan sebelumnya, krisis saat ini jauh lebih intens dan memiliki konsekuensi serius bagi perdamaian dan stabilitas regional.
Pemerintah pusat India juga telah meminta beberapa negara bagian untuk melakukan latihan pertahanan sipil ditengah ketegangan dengan Pakistan setelah serangan teror di Pahalgam, Jammu dan Kashmir pada 22 April itu. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Krisis Makin Gawat, India Stop Aliran Air untuk 240 Juta Rakyat Pakistan
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ronny Wicaksono |