TIMES CIANJUR, CIANJUR – Suasana Gedung LBH Cianjur menjadi saksi lahirnya desakan publik untuk mereformasi total sistem partai politik di Indonesia.
Di mana Dewan Kota dan Rumah Bersama Urang Cianjur (RBUC) menggelar diskusi publik dengan mendorong reformasi sistem partai politik dan revisi UU MD3.
Dalam diskusi bertajuk “PEMBUBARAN DPR: Perlukah Indonesia Tanpa Dewan Perwakilan Rakyat?”, para narasumber dan peserta sepakat bahwa akar persoalan kerapuhan demokrasi Indonesia bukan semata pada lembaga DPR, melainkan pada dominasi partai politik dari hulu ke hilir.
Hadir sebagai pemantik diskusi, Dr. Dedi Mulyadi, Irvan Muchdar, O. Suhendra, Asep Toha, dan Dian Rahadian menegaskan bahwa kekuasaan penuh partai politik selama ini telah menyuburkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta menjauhkan rakyat dari kedaulatan yang dijanjikan UUD 1945.
Dalam sesi tanya jawab, Erwin Andriawan menekankan perlunya “amputasi” peran dominan partai politik melalui revisi Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang MD3 (UU No.17/2014 jo UU No.13/2019).
“Selama kendali penuh tetap di tangan elit partai, rakyat hanya dibutuhkan saat pemilu, tetapi kehilangan hak untuk mengevaluasi atau mencabut mandat wakilnya setelah itu,” ujarnya dalam keterangan yang diterima TIMES Indonesia, Minggu (21/9/2025).
Policy Brief: Koreksi Demokrasi Setengah Hati
Diskusi ini juga melahirkan policy brief berjudul “Koreksi Demokrasi Setengah Hati: Merevisi UU MD3 Demi Kedaulatan Rakyat”. Dokumen tersebut menyoroti tiga persoalan utama:
1. Dominasi partai politik dalam rekrutmen caleg dan pergantian antarwaktu (PAW) tanpa partisipasi publik.
2. Rakyat hanya dilibatkan saat pemilu, sehingga akuntabilitas sosial melemah.
3. Celah politik uang dan patronase yang memperbesar praktik transaksional.
Policy brief merekomendasikan amandemen UU MD3, penerapan mekanisme recall oleh konstituen, transparansi digital dalam proses PAW, serta penguatan fungsi DPD dan DPRD agar kedaulatan rakyat tidak sekadar simbol.
Petisi Rakyat: Seruan Perubahan
Sebagai tindak lanjut, peserta diskusi menandatangani “Petisi Rakyat untuk Perbaikan Sistem Partai Politik di DPR & DPRD”. Petisi ini berisi lima tuntutan utama:
1. Reformasi sistem rekrutmen caleg secara terbuka berbasis integritas.
2. Transparansi dan akuntabilitas keuangan serta proses kaderisasi partai.
3. Penguatan kontrak politik dan mekanisme recall.
4. Larangan praktik oligarki dan dinasti kekuasaan.
5. Pembukaan ruang partisipasi publik dalam setiap proses legislasi.
“Demokrasi sejati hanya mungkin terwujud bila partai politik direformasi dan DPR/DPRD dikembalikan pada fungsi aslinya: sebagai wakil rakyat, bukan wakil partai,” bunyi salah satu kutipan dalam petisi yang dibacakan perwakilan peserta sebelum ditandatangani bersama.
Dari Wacana ke Aksi
Direktur LBH Cianjur, Dini Diana Farida, menegaskan bahwa policy brief dan petisi ini akan menjadi dokumen advokasi yang disampaikan kepada lembaga legislatif serta publik nasional.
“Langkah ini menandai komitmen masyarakat sipil Cianjur bahwa kritik tidak berhenti pada wacana, tetapi diikuti langkah nyata untuk koreksi demokrasi,” katanya menjabarkan.
Dengan keluarnya policy brief dan petisi rakyat ini, diskusi publik di LBH Cianjur tidak hanya memantik perdebatan soal perlunya DPR, tetapi juga menggeser fokus pada reformasi sistem partai politik sebagai kunci perbaikan demokrasi Indonesia ke depan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Diskusi Publik di LBH Cianjur, Dorong Reformasi Sistem Partai Politik dan UU MD3
Pewarta | : Wandi Ruswannur |
Editor | : Deasy Mayasari |