TIMES CIANJUR, YOGYAKARTA – style="text-align:justify">Semangat kolaborasi untuk memperkuat gerakan gizi nasional terus menggelora di Daerah Istimewa Yogyakarta. Para pelaku dapur mitra Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari berbagai kabupaten dan kota sepakat membentuk Perkumpulan Mitra Dapur MBG sebagai wadah bersama untuk memperkuat jaringan, berbagi pengalaman, serta mengadvokasi kepentingan dapur-dapur pelaksana program tersebut.
Kesepakatan penting ini diambil dalam pertemuan yang digelar di Puri Mataram, Sleman, Senin (13/10/2025) malam. Forum yang berlangsung penuh semangat selama tiga jam ini dihadiri mitra pengelola dapur dari Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul, Gunungkidul, hingga Kulon Progo.
Hadir pula mitra dapur yang dikelola oleh organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah dan pesantren di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU).
Wadah Advokasi dan Kolaborasi
Salah satu inisiator pertemuan, Nurcholis, pemilik dapur MBG, menegaskan bahwa pembentukan perkumpulan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat kualitas dan keberlanjutan dapur MBG di seluruh DIY.
“Perkumpulan ini bukan sekadar tempat berkumpul, tapi wadah advokasi dan berbagi pengalaman. Kita akan saling bantu mulai dari urusan sertifikasi SLHS dapur, pengelolaan IPAL, penyusunan SOP tenaga kerja, hingga peningkatan kapasitas juru masak,” ujar Nurcholis.
Menurutnya, kehadiran organisasi ini akan menjadi payung perlindungan bagi para pengelola dapur yang menghadapi berbagai kendala di lapangan.
“Kalau ada dapur yang kesulitan, perkumpulan ini bisa jadi ruang saling menguatkan dan memberi solusi,” tambah pria yang tinggal di Kapanewon Pakem, Sleman ini.
Kolaborasi untuk Ketahanan Pangan Lokal
Hal senada disampaikan R. Agus Choliq, inisiator pertemuan yang juga pemilik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Tridadi Sleman yang juga menjadi penggagas terbentuknya perkumpulan ini. Ia menilai, kehadiran wadah resmi mitra dapur MBG sangat penting untuk memperkuat koordinasi antar-dapur dan memunculkan inovasi dalam pemenuhan gizi anak.
“Semakin cepat perkumpulan ini berjalan, semakin cepat pula kita bisa berkolaborasi membantu dapur-dapur lain. Kita ingin menciptakan menu sehat yang disukai anak-anak, tapi juga memastikan gizi, protein, dan karbohidratnya seimbang,” jelas Agus.
Lebih jauh, ia menambahkan bahwa forum ini juga bisa membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar dapur.
“Dari dapur MBG bisa lahir banyak inovasi, dari bahan pangan lokal hingga kemitraan dengan petani dan UMKM. Jadi, ini bukan hanya gerakan sosial, tapi juga penggerak ekonomi lokal,” tegas Agus.
Momentum Sejarah Gerakan Dapur MBG
Sementara itu, Joko Widodo, inisiator pertemuan sekaligus pengelola dapur mitra MBG yang turut hadir, menyebut pertemuan ini sebagai “malam bersejarah” bagi perjalanan gerakan MBG di Yogyakarta.
“Saya sepakat sekali. Ini perjuangan bersama. Perkumpulan ini akan jadi ruang saling bantu, advokasi, sekaligus benteng menghadapi isu negatif tentang program MBG,” ungkap Joko.
Ia berharap, ke depan perkumpulan ini tidak hanya berisi pelaku dapur, tetapi juga melibatkan akademisi, ahli gizi, dokter, dan tokoh masyarakat agar fungsi edukasi dan pendampingan dapat berjalan optimal.
Dukungan Pesantren dan Dampak Ekonomi Kerakyatan
Dukungan kuat juga datang dari lingkungan pesantren. KH Zar’anuddin atau Gus Zar’an, Pengasuh Pondok Pesantren As-Salafiyyah Mlangi, menuturkan bahwa saat ini terdapat empat dapur mitra MBG yang beroperasi di pesantren se-DIY.
“Saya mendukung penuh pembentukan perkumpulan ini. Ini bukan sekadar wadah dapur, tapi bagian dari gerakan ekonomi kerakyatan. Petani dan UMKM kini merasakan dampak positifnya. Harga hasil panen lebih stabil, perputaran ekonomi meningkat,” kata Gus Zar’an.
Gus Zar’an menilai media massa dan media sosial perlu ikut mengangkat kisah sukses program ini agar semakin banyak masyarakat yang paham manfaat MBG.
“Program ini nyata hasilnya. Anak-anak sehat, petani sejahtera, ekonomi lokal hidup kembali,” tambah Gus Zar’an.
Salah satu mitra dapur MBG, Ririn, turut menyampaikan semangatnya terhadap terbentuknya perkumpulan ini.
“Yang sudah berpengalaman bisa membantu yang baru. Kita tumbuh bersama dan saling menguatkan,” ujar Ririn dengan penuh optimistis.
Dengan terbentuknya Perkumpulan Mitra Dapur MBG, Yogyakarta diyakini akan menjadi model nasional kolaborasi lintas sektor — menghubungkan dapur masyarakat, pesantren, UMKM, dan petani lokal — dalam mendukung gerakan pemenuhan gizi nasional.
Gerakan ini tidak hanya tentang makanan, tetapi juga tentang membangun ekosistem sosial-ekonomi yang saling menopang, di mana dapur menjadi pusat kehidupan dan tempat lahirnya perubahan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mitra Dapur MBG di Yogyakarta Bentuk Asosiasi, Menuju Kekuatan Baru Gerakan Gizi Nasional
Pewarta | : A. Tulung |
Editor | : Ronny Wicaksono |