TIMES CIANJUR, CIANJUR – Di tengah derasnya arus globalisasi yang kian mengaburkan batas antara budaya lokal dan modern, seorang remaja asal Cianjur, Neng Sely Zawahirul Madaniyah, tampil dengan tekad kuat membumikan kembali nilai dan pesona budaya daerah di kalangan generasi muda.
Gadis 17 tahun yang akrab disapa Sely ini berasal dari Desa Maleber, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur. Sehari-hari, ia menyalurkan kecintaannya pada seni tradisional melalui tari jaipong dan mamaos Cianjuran, dua warisan budaya yang telah menjadi bagian dari hidupnya sejak kecil.
Dari Mojang Alit ke Mojang Parigel
Bakat dan semangat Sely di dunia seni sudah terlihat sejak usia dini. Ia mengawali langkahnya pada tahun 2016, ketika mengikuti Pasanggiri Moka Alit Kabupaten Cianjur dan berhasil meraih gelar Pinunjul Wakil 1.
“Sejak saat itu, aku punya tekad kuat untuk suatu hari bisa ikut Mojang Jajaka Cianjur yang sebenarnya,” ujarnya mengenang awal perjalanannya dalam wawancara eksklusif bersama TIMES Indonesia, pada Senin (13/10/2025).
Pada tahun 2025 menjadi tonggak penting bagi Sely. Dengan tekad dan rasa ingin tahu yang besar, kemudian ia mengikuti seleksi Mojang Jajaka Kabupaten Cianjur dan berhasil meraih gelar Pinunjul Mojang Parigel 2025.
“Awalnya cuma ingin belajar hal baru, tapi ternyata perjalanan ini membuka banyak pengalaman berharga,” tutur pemilik akun media sosial Instagram @sel.yynia dan Tiktok @selyyzm di sela kesibukannya sembari tersenyum manis.
Sepanjang kariernya, Sely telah menorehkan segudang prestasi, di antaranya Juara 2 FLS2N Tari Kreasi Kabupaten 2025, Juara 1 FLS2N Tari Kreasi Kabupaten 2024, Juara 1 Mamaos Tembang Sunda Cianjuran 2024, serta sederet penghargaan lain di bidang jaipong, vokal solo, dan tari kreasi sejak 2017 hingga kini.
Menyuarakan Cinta Budaya di Era Digital
Sebagai bagian dari Mojang Cianjur 2025, Sely mengangkat advokasi bertema “Generasi Muda Melek Budaya dan Bangga Beridentitas.” Ia menegaskan bahwa budaya bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi bagian dari jati diri yang harus dijaga dan dihidupkan.
Dalam hal ini Sely aktif mengadakan kegiatan edukasi budaya di sekolah-sekolah serta memanfaatkan media sosial untuk memperkenalkan tiga pilar budaya Cianjur kepada masyarakat khususnya generasi muda.
“Kita bisa jadi modern tanpa kehilangan jati diri. Tantangannya bukan memilih antara tradisional atau modern, tapi bagaimana memadukan keduanya dengan bijak,” kata Sely menjabarkan dengan jelas dan lugas.
Harapan dan Dukungan yang Menguatkan
Lebih lanjut Sely berharap generasi muda Cianjur dapat menjadi pelanjut estafet budaya dengan cara kreatif dan relevan. “Budaya itu bukan cuma teori, tapi harus dihidupkan dalam perilaku dan keseharian,” tuturnya tegas.
Kemudian dia juga mengaku tak mungkin melangkah sejauh ini tanpa dukungan keluarga, teman, komunitas seni, dan pihak terkait di sekitarnya. “Mereka bukan cuma penyemangat, tapi bagian dari perjalanan ini,” ungkapnya penuh rasa syukur.
Bagi Sely, setiap langkahnya di dunia seni dan budaya adalah bentuk cinta pada tanah kelahiran. Lewat gerak tari dan lantunan tembang Sunda, ia ingin menunjukkan bahwa menjaga budaya bukan sekadar nostalgia melainkan wujud nyata cinta dan identitas diri yang harus terus diwariskan. (*)
Pewarta | : Wandi Ruswannur |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |