https://cianjur.times.co.id/
Berita

Dari Linimasa ke Jalanan: Ketika Media Sosial Jadi Mesin Baru Penggerak Massa

Senin, 01 September 2025 - 09:23
Dari Linimasa ke Jalanan: Ketika Media Sosial Jadi Mesin Baru Penggerak Massa Ilustrasi : Media sosial kini memiliki kekuatan ganda, sebagai ruang ekspresi sekaligus pengawasan kebijakan serta kinerja (FOTO: nlcbharat.org)

TIMES CIANJUR, JAKARTA – Di tengah derasnya arus informasi, demonstrasi kini tak lagi dimulai dari spanduk atau selebaran yang ditempel di dinding kampus. Gerakan massa modern bermula dari linimasa media sosial.

Media sosial, yang awalnya menjadi ruang berbagi foto dan cerita, kini berubah menjadi arena koordinasi, pengorganisasian, bahkan pengawasan publik terhadap jalannya aksi.

Menurut laporan Digital 2025 yang dirilis We Are Social dan Kepios, Indonesia memiliki lebih dari 143 juta akun media sosial aktif, setara dengan sekitar 50 persen populasi. Waktu rata-rata yang dihabiskan pengguna Indonesia di media sosial mencapai 3 jam 18 menit per hari.

Secara global, data Smart Insights (2025) menunjukkan bahwa 63,9 persen populasi dunia kini menggunakan media sosial, dengan rata-rata 2 jam 21 menit per hari.

Angka-angka ini menggambarkan skala yang luar biasa, bahwa media sosial bukan lagi sekadar medium komunikasi, melainkan infrastruktur sosial yang mengubah cara masyarakat berinteraksi dan merespons isu publik.

Aksi Digital, Aksi Nyata

Fenomena ini terlihat jelas pada gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai kota di Indonesia dalam kurun sepekan terakhir.

Unggahan di X, siaran langsung Instagram, dan potongan video di TikTok menjadi sumber informasi utama, mulai dari titik kumpul, kondisi lapangan, hingga dokumentasi tindakan aparat.

Tren ini sejalan dengan pola global. Studi Pew Research Center (2023) mencatat bahwa sekitar 40 persen pengguna media sosial di Amerika Serikat menganggap platform ini penting untuk menemukan komunitas dengan pandangan yang sama, dan 30 persen memanfaatkannya untuk terlibat dalam isu sosial.

Di banyak negara, dari Amerika Latin hingga Eropa Timur, media sosial menjadi “jembatan cepat” antara wacana publik dan aksi lapangan.

Kekuatan dan Risiko

Di balik kecepatan dan aksesibilitasnya, media sosial juga membawa risiko. Disinformasi sering menyertai gelombang protes, menyebarkan narasi palsu yang memicu kepanikan atau bahkan benturan di lapangan.

Studi MIT (2022) menemukan bahwa berita palsu di media sosial 70 persen lebih cepat menyebar dibandingkan informasi yang terverifikasi.

Kondisi ini mendorong pentingnya literasi digital. Masyarakat, aktivis, dan bahkan aparat penegak hukum dituntut untuk lebih cermat memverifikasi informasi sebelum mengambil tindakan.

Era Demokrasi Digital

Fenomena ini menandai lahirnya era baru, yakni demokrasi digital. Ruang maya menjadi perpanjangan jalanan, dan aspirasi publik kini bergerak dengan kecepatan real-time.

Para pengamat komunikasi publik menilai bahwa media sosial kini memiliki kekuatan ganda, sebagai ruang ekspresi sekaligus pengawasan.

Saat satu video pendek bisa ditonton jutaan kali dalam beberapa jam, transparansi menjadi tak terelakkan.

Namun, kecepatan ini menuntut kedewasaan kolektif. Tanpa manajemen informasi yang baik, media sosial bisa menjadi pedang bermata dua, memperkuat suara rakyat sekaligus menajamkan polarisasi.

Masa Depan Pergerakan

Dengan hampir separuh populasi Indonesia aktif di media sosial, ruang digital akan terus menjadi medan utama aktivisme.

Tantangan berikutnya bukan lagi soal kecepatan penyebaran informasi, tetapi bagaimana mengelola arus data yang masif agar tetap faktual, berimbang, dan produktif.

Jika dikelola dengan bijak, media sosial dapat menjadi instrumen demokrasi yang kuat. Bukan hanya sebagai alat protes, tetapi juga sebagai sarana dialog bahkan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.

Dari jalanan ke linimasa, dan kembali ke kebijakan, siklus ini kini menjadi wajah baru pergerakan masyarakat di era digital.

Pesatnya tren digital mengingatkan bahwa kecepatan arus informasi menuntut kehati-hatian ekstra, khususnya bagi pejabat publik atau public figure yang setiap ucapannya berpotensi membentuk persepsi luas.

Kebijakan komunikasi yang bijak, santun, transparan, dan berbasis data dinilai menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat sekaligus meredam berbagai potensi konflik.

Dan yang terpenting adalah media sosial harus digunakan sebagai sarana untuk mencerdaskan masyarakat serta memberikan kesejukan hati bagi seluruh penggunanya, bukan sebaliknya. (*)

Pewarta : Mutakim
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Cianjur just now

Welcome to TIMES Cianjur

TIMES Cianjur is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.