TIMES CIANJUR, CIANJUR – >Gelombang kritik terhadap kepemimpinan di Kabupaten Cianjur kembali mencuat. Kali ini, desakan datang dari kelompok aktivis lokal Baroedak Bareto yang menuntut pemerintah daerah segera merevisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) serta memastikan seluruh janji politik Bupati Cianjur Mohammad Wahyu Ferdian benar-benar diwujudkan.
Kelompok yang berisi tokoh masyarakat dan pegiat sosial Cianjur itu menegaskan agar bantuan Rp25 juta per RT per tahun, Rp300 juta per lembaga masyarakat, serta insentif bagi guru ngaji dimasukkan secara nyata dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026.
“Janji politik tidak boleh berhenti di slogan atau omongan kampanye. Masyarakat Cianjur menunggu komitmen nyata menjelang pembahasan RAPBD 2026,” ujar Kang Asto, perwakilan Baroedak Bareto, dalam keterangan tertulis yang diterima TIMES Indonesia, Minggu (5/10/2025).
Asto menilai, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda realisasi janji tersebut. Menurutnya, dalih keterbatasan anggaran hanya alasan klasik, terutama karena APBD Cianjur tahun depan diproyeksikan mencapai Rp4,347 triliun.
“Jangan jadikan keterbatasan anggaran sebagai tameng. Kalau proyek besar bisa dibiayai, mengapa kesejahteraan RT, lembaga masyarakat, dan guru ngaji tidak bisa?” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa visi dan misi kepala daerah merupakan bagian dari dokumen hukum yang wajib terintegrasi dalam RPJMD dan APBD.
“Jika diabaikan, itu sama saja mengkhianati kepercayaan publik,” ujarnya. “Ketika pemerintah lupa pada janjinya sendiri, berarti nurani politiknya sedang sekarat,” tambahnya menyoroti krisis moralitas politik.
Nada serupa disampaikan oleh Ichwan Ahadi Rahmat dari Asosiasi Rukun Warga dan Rukun Tetangga (ARWT). Ia menyebut masyarakat di akar rumput masih menantikan kepastian program Rp25 juta per RT yang dijanjikan Bupati Cianjur, Mohammad Wahyu Ferdian.
“Bupati pernah berjanji akan memberikan Rp25 juta per RT dan Rp300 juta per lembaga. Tapi hingga kini belum ada tanda-tanda realisasi. Kami di ARWT tidak akan diam, karena janji itu adalah hak rakyat,” tegas Ichwan.
Menurutnya, persoalan bukan pada kemampuan fiskal daerah, melainkan pada kemauan politik. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak meremehkan peran RT dan RW sebagai ujung tombak pelayanan publik.
Baik Asto maupun Ichwan sepakat bahwa pengabaian janji politik dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap arah kebijakan APBD, yang dinilai cenderung terserap pada kegiatan seremonial dan proyek tidak produktif.
“Warga sudah terlalu lama menunggu. Jika janji terus diingkari, itu bukan hanya pelanggaran moral, tapi juga penghinaan terhadap rakyat,” ujar Asto.
Ichwan menambahkan, “Kami di ARWT siap turun bersama masyarakat jika pemerintah masih menutup telinga. Janji politik harus ditepati, bukan dikubur bersama kepentingan segelintir elit.”
Hingga berita ini dimuat, pihak Pemerintah Kabupaten Cianjur belum memberikan keterangan resmi terkait desakan revisi RPJMD dan tuntutan realisasi janji politik tersebut. Publik kini menanti respons bupati dan jajaran pemerintah daerah terhadap isu yang kian berkembang itu. (*)
Pewarta | : Wandi Ruswannur |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |